Thursday, December 9, 2010

Ikatan Ionik


PENDAHULUAN

Ikatan kimia tidak hanya terjadi dengan cara pembentukan persekutuan pasangan elektron antara atom – atom yang bergabung seperti halnya pada ikatan kovalen, melainkan dapat juga terjadi dengan cara perpindahan elektron yang menghasilkan ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Gaya tarik elektrostatik antara kedua ion yang berbeda muatan inilah yang memelihara kestabilan ikatan dalam spesies yang terjadi. Ikatan demikian ini dikatakan sebagai ikatan ionik : kenyataannya, hanya ada sedikit saja senyawa ionik murni.

Satu percobaan yang paling sederhana yaitu pemasangan alat uji hantaran jenis (konduktivitas) di dalam air murni. Hasil amatan menunjukkan bahwa bohlam tidak menyala, yang berarti air tidak menghantar listrik. Tetapi jika ke dalam air dilarutkan garam NaCl, ternyata bohlam menyala. Pada tahun 1884, Svante Arrhenius mengajukan teori disosiasi elektrolit untuk menjelaskan hasil percobaan tersebut, dan pada waktu itu hampir tidak ada seorang pun menerima usulan teori tersebut. Namun demikian, mulai tahun 1891 terdapat banyak dukungan terhadap usulan teori bahwa partikel – partilel dalam larutan mengalami disosiasi menjadi ion – ion. Akhirnya pada tahun 1903 setelah signifikasi hasil kerjanya disadari oleh banyak ahli, Arrhenius diusulkan untuk mendapatkan hadiah nobel dalam bidang kimia bersama fisika; namun, karena para fisikawan menolaknya, ia memerima hadiah nobel tersebut hanya dalam bidang kimia. Pada waktu itu, masyarakat ilmumuwan (saintis) terbagi menjadi dua kelompok, yaitu mereka yang percaya bahwa atom tak dapat terbagi dan mereka yang tidak. Arrhenius melawan keduanya, dan ia menjelaskan bahwa garam dapur terpecah menjadi ion – ion natrium dan ion klorida dalam larutan tetapi ion – ion ini tidak sama dengan atom – atom natrium dan atom – atom klorin. Tak diragukan lagi bahwa ide tersebut ditolaksehingga abad penemuan elektron (tahun 1895) oleh J. J Thomson (yang mendapat hadiah nobel pada tahun 1906).

PEMBAHASAN

PEMBENTUKAN IKATAN IONIK

Perkembangan munculnya teori ionisasi mendorong pemahaman adanya senyawa ionik dan senyawa kovalen atau nonionik. Senyawa ionik sederhana terbentuk hanya antara unsur – unsur metalik dan nonmetalik yang keduanya sangat aktif. Dua persyaratan penting yaitu, energi ionisasi untuk membentuk kation dan afinitas elektron untuk memebentuk anion harus labih unggul (favourable) ditinjau dari pertimbangan energi. Ini bukan berarti kedua reaksi pemebentukan ion – ion tersebut harus eksotermik, tetapi lebih berarti bahwa reaksi tidak membutuhkan energi yang terlalu besar. Jadi, persyaratan untuk terjadi ikatan ionik yaitu pertama, salah satu atom unsur harus mampu melepas satu atau dua elektron (jarang tiga elektron) tanpa memerlukan banyak energi, dan kedua, atom unsur lain harus mampu menerima satu atau dua elektron (hampir tidak pernah tiga elektron) tanpa memerlukan banyak energi. Oleh karena itu, ikatan ionik banyak dijumpai pada senyawa dari logam golongan 1, 2, sebagian tiga, dan beberapa logam transisi dengan bilangan oksidasi rendah, dan nonlogam golongan halogen, oksigen, dan nitrogen. Semua energi ionisasi adalah endotermik; afinitas elektron adalah eksotermik hanya bagi halogen, tetapi endotermik tidak berlebihan bagi oksigen dan nitrogen.

KARAKTERISTIKA SENYAWA IONIK

Pada temperatur kamar, senyawa kovalen dapatberwujud padat, cair, dan gas, tetapi senyawa ionik berwujud padat dan mempunyai sifat – sifat sebagai berikut.

1) Senyawa ionik cenderung mempunyai konduktivitas listrik sangat rendah seperti padatan, tetapi manghantar listrik sangat baik pada keadaan leburannya. Daya hantar listrik ini diasosiasikan dengan adanya ion – ion positif atau negatif yang bergerak bebas karena pengaruh medan listrik. Dalam keadaan padat, ion – ion ini diikat kuat dalam kisi, tidak mengalami migrasi atau perpindahan, dan juga tidak membawa arus listrik. Sebagai catatan, sesungguhnya tidak ada bukti yang mutlak adanya adanya ion – ion dalam padatan, misalnya NaCl,. Kenyataan bahwa ion – ion didapat dalam larutan (air) bukan merupakan bukti bahwa ion – ion yang bersangkutan juga ada dalam kristal padatannya. Keberadaan ion – ion dala padatan hanyalah merupakan asumsi saja berdasarkan sifat – sifat yang diinterpretasikan dengan gaya tarik – menarik elektrostasik.

2) Senyawa ionik cenderung mempunyai titik leleh tinggi; ikatan ionik biasanya sangat kuat dan terarah ke segala arah. Ini bukan berarti bahwa ikatan ionik sangat lebih kuat daripada ikatan kovalen, melainkan karena sebaran arah ikatan ke segala arah inilah yang merupakan faktor penting kaitannya dengan tingginya titik leleh .

3) Senyawa ionik biasanya sangat keras tetapi rapuh. Kekerasan senyawa ionik mengikuti konsekuensi argumen di atas sekalipum perlakuannya melalui pemisahan secara mekanik daripada pemisahan secara termal terhadap gaya tarik – menarik antar ion. Jika cukup gaya untuk menggeser sedikit ion – ion (misalnya dalam unit sel NaCl, panjang ikatan menjadi memendek separohnya), maka gaya tarik – menarik mula – mula akan berubah menjadi gaya tolak – menolak karena kontak antar anion dan antar kation menjadi lebih signifikan..

4) Senyawa ionik biasanya larut dalam pelarut polar dengan permitivitas (tetapan dielektrikum) tinggi.


MODEL IONIK DAN UKURAN ION

Berdasarkan elektronegativitas Pauling, jika perbedaan elektronegativitas antara dua atom yang berikatan kovalen membesar, sifat ikatan menjadi semakin polar. Akhirnya, jika perbedaan tersebut sedemikian besarnya sehingga pasangan elektron sekutu menjadi terabaikan karena lebih mendekat kepada salah satu pihak, maka ikatan yang terjadi dapat dikatakan sebagai ikatan ionik. Dengan demikian, ikatan ionik secara sederhana adalah gaya atraksi (tarik – menarik) elektrostatik antara ion positif dengan ion negatif.

Pauling melukiskan bahwa kenaikan perubahan perbedaan elektronegativitas akan mengakibatkan kenaikan sifat ionik secara kontinu, perlahan. Perbedaan elektronegativitas nol merupakan titik ekstrem sifat kovalen murni, perbedaan berkisar 1,7 merupakan pertengahan sifat kovalen – ionik, dan perbedaan lebih besar 3,4 merupakan titik ekstrem sifat ionik murni. Jadi, sesungguhnya tidak ada garis pembatas yang tegas antara karakter kovalen dan ionik, dan kenyataannya banyak ditemui senyawa yang termasuk kategori “intermediate” (antara), yaitu kovalen polar artinya bersifat ionik parsial, dan ionik yang bersifat kovalen parsial.

Karena logam umumnya mempunyai sifat elektronegatifitas rendah dan nonlogam bersifat elektronegativitas tinggi, senyawa yang dibentuk dari keduanya sering termasuk kategori ionik. Menurut model ionik murni, beberapa elektron valensi telah berpindah dari atom berelektronegativitas rendah ke atom berelektronegativitas tinggi.

Ukuran atom dalam periode semakin kecil dengan naiknya nomor atom (dari kiri ke kanan) sebagai akibat naiknya muatan inti efektif, Zef. Tetapi, perubahan atom menjadi ion mengakibatkan perubahan yang komparatif besar pada ukurannya. Pembentukan ion logam (kation) dari atomnya biasanya melibatkan pelepasan semua elektron valensi, sehingga ukuran kation akan menjadi jauh lebih kecil daripada ukuran atom induknya. Sebagai contoh, jari – jari atom natrium yaitu 186 pm, tetapi jari – jari ionnya, Na+, hanya 116 pm. Dengan demikian terjadi penyusutan ukuran yang sangat dramatik. Volume bola (atom/ion), yaitu V = 4/3 π r3, maka penyusutan jari – jari kation tersebut mengakibatkan penyusutan ukuran ion Na+ menjadi kira –kira hanya ¼ ukuran atom induknya, Na.

Untuk anion berlaku sebaliknya; ukuran ion negatif lebih besar daripada atom induknya. Sebagai contoh, jari – jari kovalen atom oksigen adalah 74 pm, tetapi jari – jari ion oksidanya (O2-) adalah 124 pm; dalam hal ini terdapat kurang lebih lima kali lipat kenaikan ukuran anion dari atom induknya. Kenaikan jari – jari anion ini dapat dijelaskan bahwa, dengan penangkapan elektron (tambahan) mengakibatkan menecilnya muatan inti efektif, Zef, terhadap individu elektron terluar; akibatnya, gaya tarik inti melemah sehingga ukuran anion menjadi lebih besar daripada atom induknya.

KECENDERUNGAN PADA JARI – JARI IONIK

Jari – jari kation semakin lebih menyusut untuk sederet spesies isoelektronik dalam satu periode dengan naiknya muatan ion. Sebagai contoh, 11Na+, 12Mg2+, dan 13Al3+, secara berurutan mempunyai jari – jari ionik 116, 86, dan 68 pm; ketiga – tiganya isoelektronik, mempunyai 10 elektron dengan konfigurasi elektronik 1s2 2s2 2p6. Satu – satunya perbedaan adalah jumlah proton didalam initnya; makin besar jumlah proton atau muatan inti makin besar muatan inti efektifnya, Zef, dan oleh karena itu makin kuat gaya tariknya terhadap elektron sehingga makin kecil ukuran dan jari – jari ionnya. Sebaliknya, jari – jari anion menjadi lebih menyusut untuk sederet spesies isoelektronik dalam satu periode dengan menyusutnya muatan ion. Sebagai contoh, 7N3-, 8O2-, dan 9F-, secara berurutan mempunyai jari – jari ionik 132, 124, dan 117 pm. Ketiga spesies anionik ini adalah isoelektronik (10 elektron) dan dengan argumentasi yang sama seperti tersebut di atas dapat dijelaskan menyusutnya ukuran anion ini. Kedua contoh seri kation (Na+, Mg2+, Al3+) dan anion (N3-, O2-, F-) tersebut juga isoelektronik, dan dengan demikian menunjukkan begitu lebih besarnya ukuran anion daripada kation; secara umum memang benar bahwa kation logam lebih kecil ukurannya daripada anion nonlogam.

Dalam golongan, ukuran atom semakin besar dengan naiknya nomor atom (dari atas ke bawah), demikian juga ukuran ionnya. Sebagai contoh, anion halogenida, F-, Cl-, Br--, dan I, secara berurutan mampunyai jari – jari ionik 117, 167, 182, dan 206 pm.

KECENDERUNGAN PADA TITIK LELEH

Ikatan ionik adalah hasil dari gaya tarik – menarik satu ion dengan ion – ion lawan muatan disekelilingnya dalam kisi kristal. Proses pelelehen melibatkan pemutusan parsial gaya tarik – menarik tersebut dan mengijinkan ion – ion bergerak bebas ddalam fase cairnya. Titik leleh yang tinggi bagi senyawa ionik menandakan bahwa ikatan ionik tentulah sangat kuat. Semakin kecil ukuran ion berarti semakin terpusat muatannya sehingga semakin kuat pula ikatan ioniknya, dan dengan demikian semakin tinggi titik lelehnya. Hal ini ditunjukkan oleh contoh sederet senyawa halida, KF, KCl, KBr, dan KI, yang secara berurutan mempunyai titik leleh 857, 772, 735, dan 6850C.

Perbedaan titik leleh secara mencolok dapat terjadi oleh karena perbedaan muatan, yaitu semakin tinggi muatan semakin tinggi pula titik lelehnya. Sebagai contoh yaitu, NaCl (Na+ Cl-) meleleh pada 8010C, sedangkan MgO ( Mg2+ O2-) meleleh pada temperatur sangat tinggi, 2800 0C.

POLARISASI DAN KOVALENSI

Walaupun sebagian besar penggabungan logam dan non-logam mempunyai karakter senyawa ionik, terdapat beberapa kekecualian. Kekecualian ini terjadi apabila elektron terluar dari anion tertarik begitu kuatnya ke arah kation sehingga mengakibatkan terbentuknya ikatan kovalen hingga derajat kovalensi tertentu, artinya rapatan anion terdistorsi ke arah kation. Distorsi (penyimpangan) dari bentuk ideal anion yaitu speris (bola) ini disebut sebagai polarisasi. Semakin besar sifat polarisasi anion semakin besar derajat ikatan kovalensinya. Aturan yang dikemukakan oleh Kasimir Fajans perihal polarisasi yaitu sebagai berikut.

1) Kation dengan ukuran semakin kecil dan muatan positif semakin tinggi akan mempunyai daya mempolarisasi semakin tinggi.

2) Anion dengan ukuran semakdin besar dan muatan negatir semakin besar akan semakin mudah terpolarisasi.

3) Kation yang mempunyai konfigurasi elektronik bukan konfigurasi elektronik gas mulia mempunyai daya mempolarisasi lebih kuat.

Salah satu cara yang paling mudah untuk membedakan sifat ionik dari sifat kovalen suatu spesies yaitu dengan membandingkan titik lelehnya; senyawa ionik (dan juga jaringan senyawa kovalen) cenderung mempunyai titik leleh tinggi, dan senyawa kovalen sederhana mempunyai titk leleh rendah. Sebagai contoh, senyawa AlF3 dan AlI3, masing – masing mempunyai titik leleh yang sangat berbeda yaitu secara berurutan 1290 dan 1900C. Ion fluorida mempunyai jari – jari ionik 117 pm, jauh lebih kecil daripada jari – jari ionik iodida, 206. Data jari – jari ini menghasilkan ukuran volume anion iodida sebesar kira – kira 5 ½ atau 2063/1173 kali volume ion fluorida. Tingginya titik leleh aluminium fluorida menyarankan bahwa senyawa ini lebih bersifat ionik, dan ini berarti bahwa ion fluorida karena kecilnya ukuran tidak atau sukar terpolarisasi oleh ion Al3+, sehingga senyawa yang terbentuk, yaitu AlI3, lebih bersifat kovalen dengan titik leleh yang jauh lebih rendah. Bandingkan dengan titik leleh senyawa KI (6850C), demikian pula KF (8570C).

Karena jari – jari ionik dengan sendirinya bergantung pada muatan ionnya, maka besarnya muatan kation yang sering merupakan petunjuk yang baik untuk menentukan derajat kovalensi spesies (sederhana) yang bersangkutan. Kation dengan muatan +1 dan +2, biasanya mendominasi sifat ionik, sedangkan kation dengan muatan +3 membentuk senyawa ionik hanya dengan anion yang sangat sukar terpolarisasi seperti ion fluorida. Kation dengan muatan teoritik +4 atau yang lebih tinggi sesungguhnya tidak dikenal sebagai ion, dan senyawanya sering diperhitungkan sebagai senyawa yang didominasi oleh sifat kovalen. Sebagai contoh, MnO mempunyai titik leleh 17850C tetapi Mn2O, berupa cair pada temperatur kamar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mn(II) membentuk kisi kristal ionik dalam MnO, tetapi Mn(VII) membentuk molekul kovalen dalam Mn2O7. Perhitungan rapatan muatan menghasilkan harga 84 C mm-3 untuk ion Mn2+ dan 1240 C mm-3 untuk ion Mn7+ (andaikata ion ini ada). Ion ini (Mn7+) sangat tinggi (rapatan) muatan positifnya, demikian juga ukurannya tentu jauh lebih kecil daripada ukuran ion Mn2+, sehingga mempunyai daya mempolarisasi yang sangat kuat terhadap anion oksida; akibatnya, senyawaan yang terbentuk bersifat kovalen sebagaimana ditunjukkan oleh rendahnya titik leleh.

Aturan Fajans yang ke tiga, berkaitan dengan kationn yang mempunyai konfigurasi elektronik bukan gas mulia. Sebagai contoh yaitu kation Ag+ (dengan konfigurasi [Ar] 4d10), demikian juga Cu+, Sn2+, dan Pb2+. Senyawaan perak halida, AgF, AgCl, AgBr, dan AgI, masing – masing mempunyai titik leleh 435, 455, 430, dan 5580C, yang secara berurutan lebih rendah kira – kira 3000C dari pada titik leleh kalium halida. Dengan demikian, kation perak mempunyai daya mempolarisasi yang lebih kuat daripada kation K+, sehingga senyawaan perak halida lebih bersifat kovalen dari pada senyawaan kalium halida. Petunjuk lain perihal sifat kovalensi halida perak yaitu kenyataannya bahwa halida perak (kecuali fluorida) sukar larut dalam air. Proses pelatutan dalam pelerut polar disebabkan adanya interaksi antara molekul air (polar) dengan muatan ion; menurunnya sifat ionik atau naiknya sifat kovalen halida perak mengakibatkan melemahnya interaksi tersebut hingga cenderung sukar larut. Untuk perak fluorida, kecilnya ukuran ion fluorida menyebabkan kurangnya sifat terpolarisasi oleh kation perak hingga senyawa ini paling bersifsat ionik daripada halida perak yang lain, dan akibatnyad mudah larut dalam air.

Contoh lain yaitu perbandingan sifat oksida- dan sulfida- natrium dengan tembaga (I). Kedua kation ini mempunyai jari – jari yang hampir sama. Oksida maupun sulfida natrium bersifat ionik dan larut bereaksi dengan air, tetapi oksida dan sulfida tembaga (I) tidak larut dalam air. Menurut aturan Fajans ke tiga, kation Cu)I) dengan konfigurasi elektronik bukan gas mulia mempunyai daya daya mempolarisasi yang lebih kuat hingga mempunyai kecenderungan lebih kovalen. Hal ini paralel dengan besarnya perbedaan elektronegativitas yaitu ~2,5 untuk natrium oksida yang berarti lebih bersifat ionik, dan ~1,5 untuk tembaga (I) oksida yang berarti lebih bersifat kovalen.

Hidrasi Ion

Apabila gaya tarik elektrostatik antara ion – ion merupakan gaya pengikat senyawa ionik, pertanyaan yang muncul yaitu apa yang sesungguhnya menjadi gaya penggerak yang melarutkan banyak senyawa ionik dalam air? Jawabnya yaitu terbentuknya imteraksi ion-dipol antara senyawa ion dengan molekul air. Molekul air bersifat polar (terkutub), dipol, dengan muatan negatif lebih terpusat pada atom oksigen dan positif pada atom hidrogen. Pada proses pelarutan senyawa ionik, kutub negatif oksigen dari molekul air akan mengepung dan menarik kation, dan kutub positif atom hidrogen dari molekul air akan mengepung dan menarik anion. Jika interaksi ion-dipol lebih kuat daripada jumlah dari gaya tarik antarion dan gaya antarmolekul air, maka proses pelatutan akan berlangsung. Secara sederhana, proses pelarutansenyawa ionik NaCl dalam air dapat dituliskan sebagai berikut:

Na+ Cl- + 2n H2O Na+ (H2O)n + Cl- (H2O)n

atau Na+ Cl- + H2O Na+(aq) + Cl- (aq)

Hal ini sering dikatakan bahwa ion – ion tersolvasi (artinya terikat oleh pelarut – solvent) atau terhidrasi dalam pelarut air.

Apabila senyawa ionik mengkristal dari pelarutnya (air), sangat sering molekul air terkorporasi ke dalam kristal, dan hasilnya sering disebut hidrat.

STRUKTUR KRISTAL IONIK

Zat padat dapat diklasifikasi atas dasar tipe ikatan, yaitu ionik, kovalen, metalik, dan vander waals dan atas dasar simetri kristal dalam hal hubungan antar panjang dan sudut sumbu – sumbu kristal yaitu kubus, tetragonal, ortorombik, heksagonal, rombohedral, monoklinik, dan triklinik. Klasfikasi krstal atas dasar tipe ikatan berdasarkan pada amatan terhadap sifat – sifat hantaran listrik, kekerasan, titik leleh, dan sebagainya dalam kombinasinya dengan pengetahuan kimiawi atom – atom yang terlibat. Sedangkan, klasifikasi kristal atas dasar sifat simetrinya bergantung pada penelitian kristal oleh refleksi sinar-X untuk menentukan sudut – sudut antar muka atau oleh difraksi sinar-X untuk menemukan keteraturan internal.

Untuk melukiskan sifat simetri suatu kristal dipermudah dengan mengenalkan konsep sumbu – sumbu kristalografi. Sumbu – sumbu ini biasanya menunjuk pada arah yang penting dalam kristal sebagaimana didefnisikan oleh permukaan – permukaan kristal yang bersangkutan. Tiga sumbu a,b, dan c dan sudut – sudut α, β, dan γ adalah cukup untuk melukiskan klas suatu kristal. Dalam banyak hal sumbu c diarahkan sejajar terhadap kenampakan arahan unik kristal yang bersangkutan, misalnya arah pemanjangan atau pemendekan. Sumbu – sumbu a dan b yang keduanya tidak dapat sebidang dengan sumbu c mewakili arahan terpilih kristal yang bersangkutan. Bidang – bidang kristal dilukis menurut perpotongannya dengan sumbu – sumbu tersebut. Atas dasar perbedaan ukuran ketiga sudut dan ulangan jarak ketiga sumbu tersebut terdapat tujuh klas kristal sebagaimana ditunjukkan dalam tabel 2.1.

Tabel 2.1 Jenis klas kristal dan kondisi satuan sel

Klas

Kondisi sumbu dan sudut satuan sel

Kubus

Ortorombik

Tetragonal

Monoklinik

Triklinik

Heksagonal

Rombohedral (Trigonal)

a = b = c; α = β = γ= 900C

a ≠ b ≠ c; α = β= γ = 900C

a = b ≠ c; α = β = γ = 900C

a ≠ b ≠ c; α = γ = 900C ≠ β

a ≠ b ≠ c; α ≠ β ≠ γ ≠ 900C

a = b ≠ c; α = β = 900C; γ = 1200C

a = b = c; α = β = γ ≠ 900C

Struktur kristal dapat dibedakan berdasarkan tipe kisi Bravais atau kisi ruang yang dibangun berdasarkan pada sifat simetri unit sel dan translasi yang diperlukan dalam memperoleh titik – titik ekivalen di dalam unit sel yang bersangkutan. Hasilnya yaitu terdapat empat belas macam bangun geometri kisi Bravais.

Oleh karena adanya translasi titik – titik kisi (translasi nonprimitif) inilah yang mengakibatkan beberapa kemungkinan kisi ruang menjadi tidak perlu ada karena hal ini dapat diperoleh dari salah satu dari ke -14 kisi Bravais tersebut. Sebagai contoh, kisi tetragonal pusat muka (BIJK-FLMN) tidak diperlukan, karena kisi ini dapat diperoleh dari translasi titik – titik kisi tetragonal pusat badan (ABCD-EFGH) yang mempunyai sifat simetri lebih tinggi.

KISI KRISTAL SENYAWA IONIK

Senyawa ionik berupa adatan, oleh karena itu tataan ion – ion dalam kisi kristalnya dapat diberlakukan seperti halnya kemasan pada logam sebagaimana diuraikan pada bab ikatan metalik. Pada umumnya anion mempunyai ukuran lebih besar daripada kation, sehingga anion – anion akan membentuk suatu kemasan, sedangkan kation terselip dalam rongga – rongga di antaranya yang disebut intertisi. Sebelum pembicaraan kemasan lebih lanjut, prinsip umum bagi kisi ionikdiuraikan sebagai berikut.

1) Ion – ion diasumsikan sebagai bola – bola bermuatan yang tak terkompresi dan tak-terpolarisasi. Sesungguhnya semua senyawa ionik juga mengandung sifat kovalensi meskipun hanya dalam persentase kecil, dan kenyataannya model bola keras berlaku baik bagi hampir semua senyawa ionik.

2) Ion – ion mengatur dirinya sedemikian sehingga dikelilingi oleh ion lawan muatan sebanyak – banyaknya dan sedekat – dekatnya. Khususnya, hal ini terjadi bagi kation, dan kemas rapat yang diadopsi ternyata tidak mengakibatkan anion – anion pengeliling saling bersentuhan.

3) Rasio kation terhadap anion harus menggambarkan komposisi kimiawi senyawa yang bersangkutan. Misalnya, struktur kristal CaCl2 harus tersusun oleh tataan ion –ion klorida dan kation kalsium yang banyaknya hanya setengah jumlah ion klorida dalam kisi kristal.

Beberapa sifat yang membedakan senyawa ionik dari senyawa kovalen, secara sederhana dapat dilihat dari struktur kristalnya. Kristal ionik dibangun oleh kisi – kisi yang tersusun oleh ion – ion positif dan ion – ion negatif sedemikian sehingga gaya – gaya tarik – menarik antara ion – ion yang berlawanan muatan mencapai maksimum dan gaya tolak – menolak antara ion – ion senama muatan mencapai minimum.

Kemas rapat bola – bola dengan ukuran sama menyisakan dua tipe celah, lubang, ruan terbuka, atau rongga antara lapis – lapisnya. Satu metode pendekatan untuk visualisasi struktur kristal senyawa ionik yaitu menggambarkan rakitan (array) kemas rapat ion – ion, dengan ion – ion yang lebih kecil ukurannya menempati rongga. Biasanya, anion – anion yang umumnya lebih besar ukurannya membentuk kemas rapat, dan kation yang lebih kecil ukurannya menempati rongga yaitu rongga tetrahedral dan atau rongga oktahedral; tetapi dalam beberapa kasus situasi ini dapat terbalik. Suatu rakitan anion – anion mungkin terbuka total dan agaknya memulai dari kemas rapat untuk mengakomodasi kation di dalam rongga. Misalnya dalam kristal natrium klorida, kation Na+ menempati rongga oktahedral dalam rakitan kemas rapat kubus pusat muka Cl- yang sedikit mengembang. Ada satu rongga oktahedral tiap ion Cl-, dan semua rongga ditempati oleh ion Na+ sehingga mencapai stoikiometri NaCl = 1:1. Setiap ion Na+ dalam rongga oktahedron dikelilingi oleh enam ion Cl-, demikian juga sesungguhnya tiap ion Cl- dikelilingi oleh enam ion Na+ sehingga masing – masing mempunyai bilangan koordinasi enam.

Apabila ukuran kation relatif terlalu besar, mungkin kation ini tidak cocok baik ke dalam rongga tetrahedron ataupun rongga oktahedron dalam kemas rapat anion yang bersangkutan. Dalam kasus demikian anion – anion membangun rakitan kubus sederhana yang menyisakan rongga kubus yang menyediakan ruang/celah cukup untuk kation yang lebih besar. Satu kation di dalam rongga kubus mempunyai bilangan koordinasi delapan; contoh untuk ini yaitu CsCl.

Tabel 2.2 Beberapa senyawa dengan struktur kristal khusus

Struktur kristal

Contoh senyawa *)

Rock-salt

Sesium klorida

Sfalerit (zink blende)

Wurtzit

Fluorit

Antifluorit

Rutil

Perovskit

Nikel arsenida

NaCl, LiCl, KBr, RbI, AgCl, AgBr, MgO, CaO, TiO, FeO, NiO, SnAs, UC, ScN

CsCl, CaS, CuZn, TlSb

ZnS, CuCl, CdS, HgS, GaP, InAs

ZnS, ZnO, BeO, MnS, AgI, AlN, SiC,

CaF2, HgF2, BaCl2, PbO2, UO2

K2O, Na2O, Li2O, K2S, Na2S, Na2Se

TiO2, MnO2, SnO2, WO2, MgF2, NiF2

CaTiO3, BaTiO3, SrTiO3

NiAs, NiS, FeS, CoS, PtSn

*) Senyawa yang dicetak tebal memberi nama struktur kristal kelompoknya

Struktur kristal ion dipengaruhi oleh muatan relatif dan ukuran relatif ion – ion yang bersangkutan. Suatu kristal ion bersifat stabil apabila setiap kation tepat menyinggung anion – anion disekelilingnya demikian pula sebaliknya. Kation yang lebih kecil membuat singgungan terbaik apabila dengan empat anion tetangga terdekat membentuk bilangan koordinasi empat, dan menempati rongga tetrahedron yang lebih kecil daripada rongga oktahedron. Ada dua rongga tetrahedron tiap anion dalam satu rakitan kemas rapat anion. Dalam senyawa dengan stoikiometri 2:1 seperti Li2O dan Na2S misalnya, setiap rongga tetrahedron ditempati oleh suatu kation.

Senyawa – senyawa yang mempunyai struktur kristal sama dikatakan isomorfis. Beberapa senyawa ini dapat mengkristal secara bersamaan menghasilkan campuran kristal. Misalnya, campuran NaNO3 dan CaCO3 membentuk kristal campuran, walaupun sifat – sifat fisik dan semua sifat kimiawi keduanya berbeda satu sama lain.

Semua struktur kristal ion dapat dikenali menurut sistem kristal yang telah dibicarakan sebelumnya, dan kerakteristika padatan ionik ditunjukkan Tabel 2.2. Unruk mempermudah visualisasi, bangun kisi kristal sering dilukiskan menurut model kemas rapat stick and ball, sehingga baik bangun geometri, jumlah atom atau ion maupun bilangan koordinasi dapat ditentukan dengan mudah. Senyawa sederhana dengan rasio formula kation /anion 1:1, 1:2, 2:1, dan 2:2 akan dijelaskan secara ringkas seperti berikut ini.

Struktur natrium klorida

Natrium klorida mengkristal dalam bentuk kubus pusat muka (face centered cube, fcc). Untuk membayangkan bentuk ini perhatikan saja posisi salah satu ion – ion yang sama, ion – ion Na+ saja atau ion – ion Cl- saja pada sistem satu unit sel kristal. Delapan ion Cl- (lingkaran terang-besar) menempati kedelapan sudut suatu kubus, enam ion Cl- yang lain (lingkaran berbintik-besar) menempati keenam pusat muka kubus ini. Jika kubus tersebtu diperluas/diperpanjang dengan tambahan masing – masing satu muka lagi ke arah horizontal (kiri-kanan, muka-belakang) dan vertikal (atas-bawah), maka akan terlihat bahwa tiap ion Na+ sesungguhnya menempati pusat setiap bangun oktahedron ion Cl-. Dengan demikian kristal NaCl dapat dikatakan mempunyai bangun kemas rapat kubus pusat muka ion Cl- dengan ion Na+ yang lebih kecil menempati rongga oktahedral. Selain itu, perluasan bangun ini juag akan memperlihatkan adanya bentuk kubus pusat muak yang dibangun oleh ion – ion Cl-. Oleh karena itu, kisi kristal natrium klorida merupakan dua kisi kubus pusat muka yang saling tertanam di dalamnya (interpenetrasi).

Maka, masing – masing ion mempunyai bilangan koordinasi enam. Dalam satu unit sel, jumlah masing – masing ion/atom dengan mudah dapat ditentukan yaitu empat, sehingga memenuhi stoikiometri 1:1 dengan formula NaCl.

Struktur sesium klorida

Berbeda dari NaCl, sesium klorida, CsCl, mengkristal dalam bentuk kubus sederhana atau kubus primitif , jadi bukan termasuk kemas rapat. Hal ini berkaitan dengan ukuran Cs+ yang relatif lebih besar sehingga memerlukan rongga yang lebih besar daripada rongga oktahedron. Di dalam kisi kristalnya ion – ion Cl- menempati kedelapan titik sudut kubus dan ion-pasangannya, Cs+ menempati pusat badan kubus ini. Dengan demikian, bilangan koordinasi ion Cs+ dapat ditentukan dengan mudah, yaitu delapan karena dihubungkan dengan delapan ion Cl-. Kedelapan ion Cl- masing – masing menempati posisi yang ekivalen dengan nilai yang sama dalam satu unit sel-nya yaitu 1/8, dan mempunyai “satu stick” penghubung sebagai bilangan koordinasi. Dengan kata lain tiap ion Cl- tentu mempunyai “delapan stick” penghubung atau bilangan koordinasi delapan.

Struktur zink blende dan wurtzit

Zink sulfida, ZnS, merupakan satu contoh senyawa polimorf, mengkristal dalam dua macam bentuk kisi yang sangat berbeda yaitu zink blende dan wurtzit. Dalam kedua macam bentuk ini kedua ion masing – masing mempunyai bilangan koordinasi empat. Zink blende mempunyai struktur kemas rapat kubus pusat muka anion dengan kation mengisi setengah rongga tetrahedron. Dalam satu unt sel, masing – masing atom/ion dapat dihitung dengan mudah yaitu empat untuk kubus pusat muka atom S dan empat untuk atom Zn interior sehingga dipenuhi rasio stoikiometri 1:1.

Wurtzit mempunyai struktur kemas rapat heksagonal anion dengan kation mengisi setengah rongga tetrahedron yang menunjukkan lapis A-B-A untuk atom s. Dalam satu unit sel, terdapat enam atom Zn yang terdiri dari empat atom interior, dan 1/3 x 6 atom sudut heksagonal “tengah”; demikian juga terdapat enam atom S yang terdiri atas tiga atom interior 2 x 1/6 x 6 atom muka, dan ½ x 2 atom “pusat” muka. Dengan demikian, bangun ini memenuhi rasio stoikiometri 1:1. Pada kedua bentuk ini, masing – masing kation dan anion mempunyai bilangan koordinasi empat.

Struktur fluorit

Kalsium fluorida, CaF2, mengkristal dalam bentuk struktur fluorit. Struktur ini merupakan kemas rapat kubus pusat muka kation (Ca2+) dan anion (F-) menempati semua (delapan) rongga tetrahedral. Dengan demikian, dalam satu unit sel terdapat empat atom Ca dan delapan atom F sehingga dipenuhi rasio stoikiometri 1:2. Bilangan koordinasi anion F- dengan mudah dapat dikenali yaitu empat, sesuai dengan posisinya sebagai atom interior yang menempati rongga tetrahedral dengan empat “stick” penghubung. Bola kation menempati dua macam posisi yaitu posisi sudut kubus dan pusat muka kubus. Untuk posisi sudut kubus (1/8 atom) dihubungkan dengan satu “stick” penghubung dan ini ekivalen dengan posisi pusat muka kubus (1/2 atom) yang dihubungkan dengan empat “stick” penghubung. Kedua posisi ini menghasilkan bilangan koordinasi delapan untuk kation. Jika baik posisi maupun jumlah kation dan anion dibalik, hasilnya yaitu struktur antifluorit, misalnya Li2O dan Na2O.

Struktur rutil

Titanium dioksida, TiO2 bersifat polimorf, mengkristal dalam dua macam bentuk, yaitu rutil dan anatase. Rutil merupakan bangun kemas rapat heksagon anion (O2-) dan kation (Ti4+) menempati hanya setengah rongga oktahedral. Susunan demikian ini menghasilkan struktur tetragon dengan kation menempati pusat badan dan kedelapan sudutnya, sehingga memberikan nilai dua kation dalam satu unit selnya. Sedangkan keenam anion oksida yang mengakomodasi rongga oktahedral-isi, dua menempati posisi interior dan empat yang lain dua-dua menempati posisi dua bidang muka tetragon sehingga memberikan total nilai empat anion. Dengan demikian, struktur ini menghasilkan rasio stoikiometri kation/anion 1:2. Bilangan koordinasi kation adalah enam yaitu enam anion oksida yang tertata secara oktahedral dan bilangan koordinasi anionnya adalah tiga, yaitu tiga kation Ti4+ yang tertata secara trigonal.

Dalam anatase, TiO2, anion – anion oksida membentuk rakitan kemas rapat kubus dan kation Ti4+ menempati hanya setengah rongga oktahedral tetapi dengan pola yang berbeda dari pola dalam rutil.

Struktur β – kristobalit

Silikon dioksida, SiO2 mengkristal dalam bermacam – macam bentuk; beberapa di antaranya distabilkan oleh kehadiran atom – atom asing. Salah satunya adalah β – kristobalit yang mirip dengan struktur zink blende; atom – atom silikon menempati semua posisi atom Zn dan S di dalam struktur zink blende, dan atom – atom oksigen menempati posisi di antara atom – atom silikon. Bentuk lain yaitu tridimit yang mirip dengan struktur wurtzit. Dalam kedua macam struktur ini bilangan koordinasinya yaitu empat untuk silikon dan dua untuk oksigen.

2 comments:

  1. aturan fajans point no 3 itu salah, seharusnya Kation yang mempunyai konfigurasi elektronik bukan konfigurasi elektronik gas mulia mempunyai daya mempolarisasi lebih lemah dong,besarnya muatan kan mengakibatkan besarnya daya polarisasi sehingga jika kation yang bukan seperti gas mulia kan muatannya lebih kecil dibandingkan dengan kation yang seperti gas mulia contonya Hg2+ (r+ = 102 pm) lebih terpolarisasi daripada Ca2+ (r+ = 100 pm)

    ReplyDelete
  2. maaf, dimana ya nyari sumber/referensinya?

    ReplyDelete